Minggu, 19 Juli 2020. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Salah seorang sahabat ITB84, mas Ari Diantoro, meninggal dunia dengan tenang, untuk melanjutkan pengembaraannya ke alam berikutnya yaitu alam barzakh. Lima hari sebelumnya, tanggal 14 Juli 2020, mas Ari menulis panjang lebar di sebuah WA Group tentang jiwa dan ruh. Mas Ari seperti ingin memberikan pesan terakhirnya tentang manusia pengembara yang sedang kami diskusikan. Berikut ini cuplikan dari tulisan panjang mas Ari tepat 5 hari sebelum meninggal dunia tersebut:
_Ruh adalah daya hidup. Dan jika diibaratkan ruh adalah api, cahaya apinya saja pun sudah menghidupkan jasad, alih-alih apinya. Ruh berasal dari Allah, dan pasti akan kembali pada-Nya. Dengan demikian, ungkapan “semoga arwahnya (arwah: jamak dari “ruh”) diterima Allah” ketika seseorang meninggal dunia adalah tidak tepat, sebab ruh berasal dari Allah dan pasti akan kembali kepada-Nya. Yang seharusnya didoakan ketika meninggal adalah jiwa (nafs), bukan ruh, karena jiwa lah yang akan menempuh perjalanan berikutnya, dan harus mempertanggungjawabkan semua yang dia lakukan di dunia._
Dari cuplikan di atas, mas Ari mengingatkan kita bahwa meninggalnya seseorang tidak berarti perjalanannya telah selesai. Mati hanyalah sebuah milestone perjalanan manusia ke alam berikutnya. Sebelumnya manusia telah beberapa kali berpindah alam, mulai dari alam alastu, kemudian berpindah ke alam rahim, lalu berpindah lagi ke alam dunia. Setelah meninggal dunia, manusia pun masih akan berpindah lagi ke alam-alam berikutnya. Menurut Ibnu Arabi, setelah alam barzakh, kelak kita akan berpindah lagi ke alam makhsyar, alam surga-neraka, menuju perjalanan akhir di alam al katsib.
Siapa sebenarnya yang berpindah-pindah alam itu? Apakah raga yang selama ini menjadi fokus perhatian utama selama kita hidup di dunia ini? Menurut mas Ari bukan. Dalam tulisan sebelumnya, mas Ari menjelaskan bahwa manusia itu terdiri dari jasad (raga), jiwa (nafs) dan ruh. Raga hanya diperlukan saat kita hidup di dunia. Karena raga hanyalah media untuk melaksanakan misi Tuhan kepada kita sebagai khalifah di muka bumi. Ketika tugas kita di dunia sudah selesai, raga pun akan musnah. Yang tinggal adalah jiwa, yang masih akan mengembara ke alam berikutnya.
Dengan demikian, mestinya kita memberikan perhatian jauh lebih banyak kepada jiwa dibanding raga kita. Karena jiwalah yang abadi, yang akan mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita selama berkiprah di dunia sebagai khalifah di muka bumi. Jiwalah yang harus bertanggung jawab, apakah janji yang telah kita ikrarkan di hadapan Tuhan sebelum lahir ke dunia ini telah kita tunaikan dengan baik.
Pertanyaannya, sudahkah kita memberi perhatian lebih pada jiwa kita? Dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya, WR Supratman meminta kita untuk memberi perhatian yang sama pentingnya kepada jiwa dan raga: Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya…
Sudahkah kita membangunkan jiwa kita? Bagaimana caranya? (Bersambung)
Penulis:
Hari Tjahjono, 2020
Hikmah Pejalan
Enam Hari yang Menyambung Rindu
Di penghujung Ramadhan, ada ruang yang terasa menganga. Sebulan penuh kita berlari mengejar malam seribu...
Manusia Makhluk Pengembara, Part 1
Di suatu waktu, Forum ITB84 ngadain acara kumpul2 online dan salah satu acaranya adalah sharing...
Manusia Makhluk Pengembara, Part 2
Minggu, 19 Juli 2020. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Salah seorang sahabat ITB84, mas Ari...
Manusia Makhluk Pengembara, Part 3
September 2019. Ketika sedang menghadiri acara wisuda anak di Berlin, Jerman, saya menerima pesan WA...
Makna ikhlas dalam persaksian Allah yang maha Ahad
Membayangkan ketika diri ini tak berwujud , hanya segumpal daging dari persatuan sperma yang menjijikkan...