September 2019. Ketika sedang menghadiri acara wisuda anak di Berlin, Jerman, saya menerima pesan WA dari seorang sahabat untuk berziarah kubur di makam Annemarie Schimmel. Mumpung lagi di Jerman, saya disarankan untuk berziarah ke makam seorang tokoh besar yang banyak mengkaji sufisme Islam.
Sempat bingung mendapat saran demikian, akhirnya saya pun berziarah ke makam Annemarie Schimmel di kota Bonn. Ternyata itu momen penting dalam hidup saya.
Di nisan makam tersebut tertulis kata bijak dari Imam Ali bin Abi Talib dalam bahasa Arab dan Jerman. Terjemahan bebasnya kira-kira begini: Ketika hidup (di dunia) banyak orang tertidur. Mereka baru terbangun ketika meninggal… Saya tercenung sangat lama untuk memahami kalimat yang terkesan kontradiktif itu. Baru terbangun ketika meninggal? Maksudnya apa sih?
Saya pun mulai bertanya kesana kemari tentang kalimat tersebut. Ternyata kalimat itu berkaitan dengan apa yang disampaikan sahabat saya Dicky Saromi dan almarhum Ari Diantoro. Bahwa manusia adalah makhluk pengembara. Jiwa manusia akan terus mengembara, berpindah dari alam yang satu ke alam berikutnya. Raga boleh musnah, tapi jiwa akan abadi dan mengembara untuk memenuhi janji yang diucapkannya di hadapan Tuhan sebelum terlahir ke dunia. Boleh saja jiwa itu tertidur selama di dunia karena berbagai sebab, tapi sebagai makhluk pengembara dia harus bangun melanjutkan perjalanan ketika meninggal dunia.
Trus kalau selama di dunia jiwa tersebut tertidur pulas, apa dong bekal yang dibawanya untuk melanjutkan perjalanan? Kalau sudah meninggal, bukankah sudah terlambat untuk mencari bekal? Duh… Gimana dong?
Walaupun sering menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengulang-ulang kalimat “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”, jujur saya hampir tidak pernah berpikir mendalam tentang keberadaan jiwa ini. Kemanakah jiwa saya selama ini? Bagaimana merasakan keberadaannya? Jangan-jangan jiwa saya pun sedang tertidur pulas…hiks…
Bagaimana caranya membangunkan jiwa saya ketika masih hidup di dunia?
Walaupun juga sangat terlambat, sejak 3 tahun yang lalu saya mulai membangunkan badan saya, membangunkan raga saya. Caranya? Dengan berolah raga. Berkat latihan yang tekun dan disiplin, insya Allah raga saya mulai bangun. Raga yang dulu diajak berlari 100 meter saja sudah sangat kelelahan, kini raga saya sudah sanggup diajak lari ratusan kali lebih jauh. Pikiran pun menyambut dengan gembira, sebagai tanda bahwa raga saya menerima ajakan berolah raga dengan baik.
Kini saatnya saya melangkah lebih jauh. Sudah saatnya saya harus membangunkan jiwa saya, walau terlambat, sesuai anjuran WR Supratman: bangunlah jiwanya, bangunlah badannya…
Penulis:
Hari Tjahjono, 2020
Hikmah Pejalan
Enam Hari yang Menyambung Rindu
Di penghujung Ramadhan, ada ruang yang terasa menganga. Sebulan penuh kita berlari mengejar malam seribu...
Makna ikhlas dalam persaksian Allah yang maha Ahad
Membayangkan ketika diri ini tak berwujud , hanya segumpal daging dari persatuan sperma yang menjijikkan...
Manusia Makhluk Pengembara, Part 3
September 2019. Ketika sedang menghadiri acara wisuda anak di Berlin, Jerman, saya menerima pesan WA...
Manusia Makhluk Pengembara, Part 2
Minggu, 19 Juli 2020. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Salah seorang sahabat ITB84, mas Ari...
Manusia Makhluk Pengembara, Part 1
Di suatu waktu, Forum ITB84 ngadain acara kumpul2 online dan salah satu acaranya adalah sharing...