Sejarah ThAriqAh Kadisiyah
Allah SWT sudah menurunkan tuntunan agama yang mengajarkan keberserahdirian (Islam) dan pertaubatan sejak manusia pertama, Adam a.s, diciptakan dan diturunkan ke muka bumi. Para Nabi dan Rasul memandu dan mengajarkan umat manusia berserah diri dan bersembah kepada Allah. Nabi Ibrahim a.s mengajarkan millah yang hanif, sebuah jalan yang lurus dan agama yang tegak, yaitu bagaimana bersembah menyerahkan dan menghadapkan seluruh “wajah” lahir dan batin kepada Allah pencipta lelangit dan bumi. Bersembah tidak hanya di tingkat raga tapi hingga tingkat jiwa.
Rasulullah Muhammad saw adalah penyempurna, keping mosaik terakhir, dan penutup batu bata di bangunan istana kenabian. Beliau menyampaikan ajaran agama Islam dan juga diwahyukan untuk mengikuti millah Ibrahim yang hanif yang merupakan fitrah Allah bagi manusia. Secara khusus di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits disebutkan bahwa Rasulullah Muhammad saw diutus Allah SWT untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin) serta menyempurnakan kemuliaan dan keshalihan akhlak. Digarisbawahinya khazanah bersembah dengan hanif, perahmatan seluruh alam, serta penyempurnaan akhlak ini yang kadang terlupakan oleh umat Islam saat ini.
Allah SWT menjaga umat-Nya pasca wafatnya Rasulullah saw dengan terus menghadirkan para ulama dan wali-Nya sebagai pewaris ilmu Nabi. Ilmu agama terkadang dipersepsikan sekadar syariat Islam lahiriah dalam bentuk ilmu fiqih. Padahal agama (Ad-Diin) meliputi iman, islam, dan ihsan. Di sinilah para sahabat Nabi saw, para imam, ulama sufi, dan waliyullah seperti para wali songo hadir mengajarkan thariqah sebagai tuntunan agama yang utuh, meliputi aspek lahir maupun batin dari agama, menjembatani syariat menuju hakikat dan ma’rifat.
Thariqah mengajarkan bagaimana menempuh jalan pertaubatan yang lurus kembali kepada Allah SWT dengan adab dan tata titi yang baik agar selamat dan memperoleh pengetahuan yang benar. Tidak hanya mengajarkan beribadah secara raga namun juga menuntun pengabdian sepenuhnya di tingkat jiwa (olah jiwa), terus berjalan mendekat kepada Tuhan hingga memperoleh pengetahuan hakiki tentang Allah SWT dan kehidupan.
Thariqah Kadisiyah merupakan sebuah thariqah yang diturunkan Allah kepada Bapak Suprapto Kadis sebagai Wali Mursyid dan pendiri. Thariqah Kadisiyah merupakan sebuah thariqah yang dianugerahkan Allah kepada Bapak Suprapto Kadis sebagai Wali Mursyid dan Pendiri Thariqah. Thariqah Kadisiyah adalah thariqah modern yang didirikan Bapak Mursyid Suprapto Kadis pada tahun 1992. Ketika mendirikan thariqah ini beliau berusia 63 tahun, yang merupakan simbol bahwa beliau adalah penerus Nabi Muhammad SAW yang wafat pada usia 63 tahun. Pada usia 40 tahun beliau sudah menerima amr (perintah) bahwa suatu saat beliau harus mendirikan thariqah sendiri, untuk membimbing umatnya kembali ke Allah Taala melalui ibadah yang tembus hingga ke hati. Tetapi beliau harus menunggu selama 23 tahun hingga akhirnya berusia 63 tahun sebelum akhirnya diperkenankan oleh Allah Taala menerima murid.
Selain mengajarkan tuntunan jalan pertaubatan, Thariqah Kadisiyah mengajarkan berjalan bersama dalam keberagaman (bhinneka) dan ke-welas-asih-an (paramartha), selaras dengan misi diutusnya Rasulullah saw sebagai rahmat bagi semesta alam. Ajaran Thariqah Kadisiyah ibarat aliran sungai yang bersumber dari telaga al-Kautsar Rasulullah Muhammad saw dan millah Ibrahim yang hanif, yang dari sungai itulah para muridnya sering disebut Salik atau penempuh jalan pertaubatan mendapatkan air untuk membersihkan diri, minum, sekaligus menerima panduan dalam menemukan sumber mata airnya yaitu telaga al-Kautsar Rasulullah saw. Seiring dengan perkembangan jaman dan perkembangan jamaah, di kemudian hari tidak menutup kemungkinan akan terlahir anak-anak sungai dari Sungai Thariqah Kadisiyah ini sebagai penerus dan pewaris ajaran Thariqah Kadisiyah.
Konsep bhinneka dan paramartha ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia. Nusantara tercinta ini tercipta dengan takdir keragaman yang luar biasa: negeri dengan pulau terbanyak di dunia yaitu 17.504 pulau; 1.331 suku bangsa; beragam budaya, kekayaan alam, mata pencaharian, hingga agama. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda agar saling mengenal, untuk saling menghormati tidak saling merendahkan. Diciptakan-Nya manusia berlainan bahasa dan warna kulit sebagai tanda kekuasaan-Nya bagi yang berpengetahuan. Keragaman yang ada di Indonesia semestinya menjadi rahmat dan berkah yang luar biasa bagi negeri kita. Bukan sebaliknya malah memunculkan perpecahan dan permusuhan, apalagi teror dan peperangan. Apabila kita dapat bersyukur atas anugerah kekayaan dan kebhinnekaan Indonesia, kemudian membangun bangsa dengan adil paramartha, niscaya Indonesia akan menjadi negeri yang baik penuh rahmat dan ampunan Tuhan (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur).
Thariqah Kadisiyah memiliki beberapa misi. Pertama, memasyarakatkan olah jiwa dalam menempuh jalan pertaubatan sebagai esensi dalam millah Ibrahim: bersembah jiwa dan raga, menghadapkan “wajah” lahir dan batin sepenuhnya pada Allah. Kedua, menjadikan Nusantara sebagai pusat ilmu melalui pengajaran hakikat Al-Qur’an dan jalan pertaubatan kepada Allah SWT yang akan melahirkan khazanah pemakmuran negeri. Ketiga, membangun warga dunia berserah diri dan kembali kepada Tuhan, dapat bersatu dalam keberagaman (bhinneka) dan ke-welas-asih-an (paramartha).